TAFSIR SEKTE
Oleh; Miftahul Ihsan
- Pendahuluan
Pemahaman penafsiran terhadap al-Quran adalah menjadi suatu realitas sejarah yang memiliki kecenderungan dan corak yang berbeda-beda mulai dari zaman nabi sahabat sampai tabiin bahkan sampai munculnya perpecahan akibat dari kontroversi perang saudara antara pendukung ali dan pendukung zubair dan thalhah yaitu kelompok yang mengambil jarak, memisahkan diri dan mengundurkan diri dari kedua belah pihak tersebut. Kesemuanya itu mengakibatkan perbedaan dalam pandangan keagamaan bahkan dalam penafsiran al-Quran untuk melegitimasi pendapat masing-masing dari mereka.
- Pembahasan,
1. Perihal syi’ah
Perlu diketahui bahwa dalam tafsir juga terdapat sekte-sekte. Maka dalam hal ini perlu dikaji secara spesifik, di antaranya adalah perihal tafsir syiah. Syi’ah mempunyai tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh penganutnya dengan memasukkan kepentingan-kepentingn sekte keagamaan dan prinsip-prinsip dasar kedalam penafsiran al-Quran yang dianut oleh mereka (penganut paham syiah).
Para penganut syiah, mereka melontarkan gagasan “kesucian ali” serta para imam yaitu keyakinan mereka terhadab derajat keilahian ali dan para imam, keistimewaan mereka diatas batas kewajaran (di luar batas kewajaran) serta harapan kuat mereka terhadap imam mahdi yang sembunyi serta hidup didunia maya dan akan kembali pada dunia nyata nantinya setelah waktu menghendakinya yaitu sebelum akhir zman sebagai sang penyelamat semesta alam.
Perlu digaris bawahi bahwa timbulnya sekte-sekte dalam penafsiran tersebut tidak terlepas dari politik. Penafsiran Syiah pada waktu itu sebatas untuk menolak terhadap kepemimpinan golongan ahlussunnah dengn melakukan rongrongan atas kepemimpinan tersebut sehingga membuat gagasan yang dinilai terlalu berlebihan yaitu dengan mensucikan ali. Ini jelas kelihatan bahwa para tokoh agama dari golongan syiah tersebut belum mengupayakan sungguh-sungguh dan profesional untuk menemukan prinsip-prinsip dasar yang membedakan keyakinan keagamaan dan politik mereka sebagai sebuah ketetapan secara definitif dalam al-Quran sebagaimana yang diungkapkan oleh golziher.[1]
2. Perihal khowarij
Perbedaan yang terjadi pada masa sahabat pada waktu itu menjadikan keteganga pada penganut dari indifidu-indifidu yang berbeda pandangan sehingga timbul golongan-golongan yng berbeda-beda. Di antaranya yaitu golongan khawarij. Golngan ini disebut oleh ali dengan orang (golongan yang keluar dan memberontak dengan nama al-haruriyyah yang sesungguhnya munculnya kelompok ini telah terilustrasikan oleh firman allah sebelum hal itu menjadi kenyataan pada 30 tahun kemudian. Mas’ab bin sa’d menceritakan bahwa sesungguhnya ia telah bertanya kepada ayahnya tentang dua ayat dalam al-Quran (ayat 103-104 dari surah al-Kahfi)
103. Katakanlah: "Apakah akan kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?"
104. Yaitu orang-orang yang Telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.
Apakah yang dimaksud ayat tersebut adalah golongan haruriyah? Kemudian bapaknya menjawab sesungguhnya ayat yang ditujukan untuk ggolongan haruriyah itu bukan ayat ini tetapi ayat lain yaitu ayat 25 dari surah al-Ra’d;
25. Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang Itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam).
Mereka itulah yang disebut dengan golongan haruriyah.
Sedangkan golongan khawarij juga mengeluarkan statemen dari al-Quran yang dijadikan sebagai alasan permusuhannya dengan ali dan dalil legitimatif atas pembunuhan yang dilakukan oleh ibnu muljam atas diri Ali. Pada ayat 9 surat al-Hujurat pembicaraan tersebut berkisar seputar peperangan yang terjadi antara dua kelompok
“ dan jika ada dua orang mukmin yang berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan tersebut berbuat aniaya terhadap yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu, sehingga golongan itu kembali pada perintah allah. Jika golongan itu telah kembali maka damaikanlah keduanya dengan adil. Dan berlaku adillah, sesungguhnya allah menyukai orang-orang yang adil.
Ayat tersebut juga menjelaskan cara rekonsiliasi bagi orang-orang mukmin. Tafsir klasik merujuk penjelasan yang bersifat mendidik ini pada konflik yang terjadi pada masa rasulullah yaitu antara dua qabilah pribumi, suku aus dan khazraj jelas bahwa sesungguhnya dalam dalam konsepsi penafsiran yang lebih modern, kandungan makna dalam ayat dianggap belum cukup dengan hanya menghususkan konteks ayat tersebut pada masa kenabian, karena dalam ayat tersebut ditemukan pula invormasi yang dinilai memiliki relevansi dengan peristiwa “konfrontasi” antara dua golongan umat islam yaitu keluarga ali ra. Dengan keluarga umaiyyah.
Inilah yang tercermin dalam tafsir-tafsir al-Quran pada tahap awal yang belum sampai pada tingkat perkembangan sektarian demi kepentingan sekte masing-masing. QS.Ibrahim ayat 28 yang berbunyi “tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan” ayat ini ditujukan kepada dua keluarga bani quraisy yang berbuat zalim yaitu bani mughirah dan bani mahzum di mana allah telah memutus (mengalahkannya) pada saat perang badar, serta bani umayyah yang sampai btas tertentu masih diberikan kemewahan.
3. Ali Menurut Ahlu Sunnah
Di kalangan ahlu sunnah, sudah sejak lama muncul upaya-upaya positif untuk menakwilkan teks-teks al-Quran sebagai bentuk dukungan atas sahabat ali ra. Pada ayat 7 dari surat al-Ra’d “ orang-orang kafir berkata mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu tanda (kebesaran dari tuhan)nya? Sesungguhnya kamu hanyalah sang pemberi peringatan dan bagi tiap-tiap kaum ada yang memberi petunjuk. Diriwayatkan dari sa’d bin zubair yang dipuji oleh ibnu Abbas sebagai ahli hujjah agama yang paling terpercaya bahwa beliau meriwayatkan dari ibnu abbas ia berkata, ketika turun ayat “sesungguhnya engkaulah sang pemberi peringatan” rasulullah saw. meletakkan tangn di dadanya dan berkata “akulah sang pemberi peringatan” lalu beliau mengisyaratkan (meletakkan) tangannya pada bahu ali ra. Seraya berkata “ engkau adalah pemberi petunjuk wahai ali ra. Denganmulah orang-orang yang mengharapkan petunjuk setelahku nanti mendapat petunjuk.
Jelas dari riwayat diatas bahwa Ali berkemampuan pada bidang keilmuan, bukan pada legitimasi serta hak-hak Ali ra. Dan keluarganya dalam bidang politik (kekhalifahan) meskipun sejak awal mereka (syiah) mendasarkan hak-hak ini pada dalil-dalil syar’i yang bersumber dari al-Quran. Dan sangat jelas dalil yang dipegangi pertama kali oleh mazhab syiah “Alawy” adalah ayat 26 dari surah al-Isra’ “dan berikanlah terhadap keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang ada dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan uang dengn boros. Ayat ini menetapkan kewajiban bagi orang islam agar mau memberikan hak-hak keluarga yang lebih dekat dan menolong golongan miskin serta orang-orang yang membutuhkan pertolongan dengan dimulai; “ dan berilah kerabat dekat atas hak-hak mereka” golongan syiah kemudian merubah pemahaman ayat ini dari konteks kewajiban manusia menjadi konteks hukum pemerintahan dan membawa pemahaman ayat ini pada hak-hak politik keluarga Nabi saw.[2]
4. Syiah dan mushaf usmani
Mengenai pola sikap golongan Syiah terhadap mushaf yang telah dihimpun oleh rezim Usmani mereka mergukan atas kebenarannya dan keasliannya tetapi secara umum pengikut syiah meragukan secara keseluruhan atas mushaf usmani, sejak dari kemunculannya terkaid dengan kebenaran (validitas)nya. Mereka meyakini bahwa mushaf usmani yang dinisbatkan kepada al-Quran yang benar yang dibawa oleh nabi muhammad saw mengandung banyak tambahan dan perubahan signifikanm sebagaimana di dalamnya terdapat pengurangan-pengurangan dengan cara memotong makna-makna penting dari al-Quran yang sahih dengan menjauhkan dan membuang makna. Tetapi apakah mereka sendiri memiliki teks ak-Quran yang benar dan diakui secara mutlak melibihi mazhab usmani? Kecenderungan ini tanpak jelas pada sekte syiah secara umum bahwa al-Quran yang sempurna yang diturunkan oleh Allah itu lebih banyak dan lebih panjang dari al-Quran yang beredar di kalangan umat muslim umumnya. Surah al-Ahzab yang dalam mushhaf Usmani mencakup 73 ayat. dahulu jumlah ayatnya tidak kurang dari jumlah ayat dari surat al-Baqarah yang mencakup286 ayat. Surah an-Nur yang saat ini 64 yang dahulu mencakup lebih dari 100m dan surat al-Hijr yang ayatnya berjumlah 99 ayat itu pada awalnya berjumlah 190 ayat.
Mereka tidak menghadirkan bagian-bagian yang kurang dari teks al-Quran sebagai gantinya mereka menampilkan surat-surat yang terlupakan dalam mazhab usmani dan surat-surat yang ditinggalkan tidak dimasukkan oleh jamaah mayoritas yang ditugaskan untuk menulis al-Quran oleh usman. Karena mereka para pengumpul mushaf dalam keyakinan syiah memiliki niat buruk dengan menganggap bahwa ayat-ayat tersebut (yang terlupakan) dianggap mengandung pemujian terhadap diri ali ra. Pernah ditemukan sebuah manuskrip al-Quran di India yang mencakup surah an-nurain yang berjumlah 41 ayat dan surat lain yang bercorak sekte syiah yang memiliki 7 ayat yaitu surah al-wilayah yakni tentang kewalian ali ra. Dan para imam sebagaimana ia juga memuat penafsiran-penafsiran yang beragam pada sisa surah yang sama.
5. Urutan surah menurut syiah
Berdasarkan hadis yang dibuat oleh syiah, bahwa ali telah menyusun al-Quran (secara berurutan) menjadi 7 himpunan. Induk dari himpunan ini adalah sebagai berikut:
1)Surah al-Baqara, 2) surah ali imram 3) an-nisa 4) al-maidah, al-anamm, al-a’raf, al-anfal.
Setelah induk-induk pembuka surah dari tiap-tiap himpunan ini, lalu dihadirkan surat-surat lain secara berurutan yang berbeda dengan susunan surah pada mushaf usmani. Misalnya saja dalam himpunan pertama tersebut dihadirkan surat-surat secara berurutan, yaitu surat yusuf,al-ankabut ar-rum, luqman, fusshilat az-zariyat, al-insan ,al-sajdah, an-naziat, at-takwir, al-infithar, al-insyiqaq, al-a’la dan surah al-bayyinah. Dan demikian seterusnya dalam seluruh kumpulan surah yang lain. Pada surah paling akhir, diakhiri dengan dua surat yang menggunakan ta’awwuzd, tapi anehnya surat al-fatihah tidak memiliki tempat dalam tartib.[3]
6. Contoh qiraat lain yang berbeda
Adapun bunyi surat yang ditafsirkan oleh golongan syiah untuk membenarkan anggapannya diantaranya adalah Surat al-Baqarah;143
yang artinya Dan demikian (pula) kami Telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan[95] agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.
Lafat ummatan wasathan yang terdapat pada ayat di atas oleh Al-Imam Ja’far tidak mau mengakuinya, bahwa sesungguhnya ummat manusia dalam ayat tersebut mendapatkan pujian sampai saat ini. Sehingga teks ayat tersebut olehnya itu menurut imam ja’far di sini ditafsirkan dengan lafat; aimmat (jamak/para imam), seperti itulah maksud dari ayat yang diturunkan tersebut terdapat pada tafsir al-Qummi;54.
Ayat ini tidak ditunjukkan kepada umat, melainkan pada para imam. Sedangkan bukti atas hal itu adalah makna yang terkandung dalam ayat 78 dari surah al-hajh, dimana penafsiran sekte syiah itu akan membawa pemahaman atas kitab ayat tersebut (sebagaimana biasa) kepada para imam yang berbunyi; “ dan begitu pula dalam al-Quran ini supaya rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia”.
Lafat ummat yang di ulang-ulang diberbagai surat, dan memiliki kandungan makna sebagai pujian atas para imam, maka oleh imam Ja’far digunakan untuk melakukan pembenaran atas ayat itu dengan mengganti lafat ummat, dengan lafat a’immat (para imam).
Contoh-contoh di atas pada saat tertentu, dapat menguatkan telaah-telaah mendasar, yang memungkinkan untuk melakukan perbandingan atas konsepsi-konsepsi dasar golongan ahlu sunnah disatu sisi, dengan konsepsi-konsepsi sekte syiah disisi lain. Dalam konteks ini, golongan ahlu sunnah menyediakan sebuah standar yang bagus bagi sistem perpolitikan serta sistem keagamaan, yang diperuntukkan bagi seluruh umat yaitu keselamatan sosial damn masyarakat muslim,alih-alih sekte syiah yang meletakkan sebuah standar yang hanya diperuntukkan bagi kepentingan sekte merekam serta kehujjahan para imam. Karena menurut sekte Syiah, kesepakatan umat tersebut dapat menyesatkan bahkan dalam perjalanan sejarahnya terdapat bukti yang menunjukkan bahwa kesepakatan umat tersebut adalah sebuah bentuk kesalahan yang telah merampas hak-hak legitimasi serta kebenaran. Adapun para imam, maka sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selamat atau terbebas dari aib, kesalahan dan kesesatan. Sedangkan kredibilitas dan kapabilitas indifidu mereka bukan atas dasar kesepakatan tapi merupakan ukuran standar bagi kebenaran mayoritas. Asumsi dasar konseptual inilah yang menuntun mereka melakukan perubahan dan menganggapnya sebagai suatu yang amat penting dalam rangka penggantian atau pengubahan kalimat ummat dalam setiap kesempatanm menjadi kalimat aimmah (para imam).
Menurut imam Ja’far, untuk menjaga kebenAran ayat tersebut maka beliau melakukan pentashihan sebagaimana berikut, yaitu pada ayat 74 dari surah al-Furqan; 74. “ Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (Kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”. imam ja’far tidak mampu memahami kandungan ayat tersebut, yang berarti, bahwa sesungguhnya allah menjadikan dari manusia sebagian orang-orang yang perkataannya menjadi teladan dan menjadi pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa. Maka teks ayat tersebut menurut ja’far diturunkan yaitu “allah telah menjadikan kami (dengan mengisnadkan kata kerja tersebur kepada lafat allah) sebagai imam atas orang-orang yang bertakwa.
Dan kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang Telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.[4]
7. Mu’tazilah dan penafsirannya
Di antara mazhab lain yang muncul ialah mu’tazilah, muncul akibat kntroversi perang saudara antara pihak ali dan zubair serta thalhah. Nama mu’tazilah dari arab a’tazala berarti mengambil jarak, memisahkan diri atau juga mengundurkan diri
Adapun contoh penafsirannya ialah sebagai mana yang terdapat pada tafsir al-kassaf dengan menggunkan ra’yu pada ayat 115 dari QS. Al-Baqarah;
115. Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah[83]. Sesungguhnya Allah Maha luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Ayat ini ditafsirkan oleh zamahsyari bahwa timur dan barat dan seluruh penjuru bumi adalah kepunyaan allah maka kemanapun manusia menghadap allah maka hendaklah menghadap kiblat, sesuai dengan firmannya QS.al-Baqarah 144
Maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.
Sedangkan kata FASAMMA WAJHULLAHI oleh zamahsyari ditafsirkan bahwa di dalam masjidil haram terdapat allah sehingga tempat yang paling disenangi olehnya ialah masjidil haram dan manusia diperintahkan menghadap allah pada waktu salat untuk menghadap ke tempat tersebut akan tetapi bila ragu akan arah yang tepat untuk menghadap ke arah tersebut maka allah memberi kemudahan menghadap ke arah manapun dalam salat dan di tempat manapun sehingga tidak terikat oleh lokasi tertentu.[5]
- Penutup
Kepentingan-kepentingan politik dapat mengakibatkan perbedaan pandangan yang sangat jelas hingga dalam sebuah penafsiran atau dalam hal keagamaan sehingga mengakibatkan perpecahan-perpecahan yang timbul akibat darinya, hal itu dikarenakan adanya pencarian pembenaran atas apa yang dilakukan dan upaya mereka dalam menafsirkan al-Quran tidak lepas dari sebuah kepentingan golongan itu sendiri. wallahu a’alam demikian sedikit uraian tentang tafsir sekte semoga memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca.